Hari Tuli Sedunia : Saatnya Kita Mendengar yang Tak Bersuara


Aku Cinta Kamu - Dengan menggunakan bahasa isyarat, para partisipan menyatakan “aku cinta kamu”, dalam Solo Car Free Day, Minggu (29/9). Aksi yang dilakukan dalam memperingati Hari Tuli Sedunia ini juga menyerukan pentingnya peduli kepada kaum difabel. (JOGLODAILY / Hernita Andriana Hapsari)
Solo (JOGLODAILY) - Komunitas-komunitas peduli difabel memperingati hari tuli sedunia yang jatuh tepat hari ini, (29/9) dengan serangkaian kegiatan di Solo Car Free Day.  Peringatan hari tuli sedunia diawali dengan longmarch dari jembatan depan Sriwedari sambil membawa poster sampai peserta kemudian  menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan menggunakan bahasa isyarat. Dengan menggunakan riasan muka ala pantomim, beberapa peserta longmarch pun berhasil menarik perhatian pengunjung Solo car free day pagi tadi.


Beberapa komunitas deaf people yang turut serta di peringatan tuli sedunia hari ini adalah dari Gerkatin Solo, Gerkatin Wonogiri, Gerkatin Sukoharjo, Katusra (Sragen), Patar (Karangayar), Komtuboy (Boyolali) dan Adeco. Sedangkan dari komunitas hearing people pendukung diantaranya Earth Hour Solo, Akademi Berbagi Solo dan lain-lain.  Menurut Muhammad, ketua Gerkatin Solo, peringatan hari tuli sedunia ini baru pertama kali digelar di kota Solo. Tujuan digelar adanya peringatan ini untuk mensosialisasikan kepada masyarakat Solo khususnya, untuk lebih peduli kepada kaum difabel. “Secara keseluruhan, aksebilitas kepada kaum difabel di kota Solo masih sangat kurang. Karena masyarakat umum berpikir komunikasi dengan orang tuli adalah dengan oral, padahal salah, seharusnya memakai bahasa isyarat. Sebenarnya oral bisa tapi pasti banyak salah sambungnya, akan tetapi jika memakai bahasa isyarat, kami pasti tahu, jawab Muhammad dibantu dengan penerjemah.


Menurut Muhammad, kesadaran masyarakat Solo terhadap kaum difabel masih kurang, dia mencontohkan ketika adanya seminar mengenai kaum difabel di balaikota, Sabtu (28/9) kemarin, penyandang  tuli yang menjadi pembicara di seminar tersebut tidak didampingi oleh penerjemah, sehingga diskusi yang berlangsung kurang lancar. “Pada dasarnya cara berkomunikasi dengan kaum tuli adalah visual”,jelas Muhammad. Kaum tuli berharap masyarakat umum  mau belajar bahasa isyarat, seperti yang tertulis di salah satu poster mereka “Bahasa Isyarat Aksebilitas Tuli” yaitu dengan bahasa isyarat, kaum tuli merasa bisa berkomunikasi dengan lancar dan yang terpenting maksud mereka bisa tersampaikan dengan baik. Oleh karena itu, Gerkatin Solo sebagai salah satu komunitas difabel pun membuka stand belajar bahasa isyarat secara gratis setiap car free day yang dimaksudkan untuk mewujudkan harapan mereka agar masyarakat umum dapat memahami dan menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi dengan kaum tuli.

Semangat komunitas difabel untuk mengedukasi seluruh masyarakat mengenai bahasa isyarat demi kesetaraan kaum difabel diiringi dengan pencangan kota Solo sebagai Kota Inklusi yang baru saja diresmikan oleh Walikota Solo FX Rudyatmo di Balaikota Sabtu (28/9). Pemerintah kota Solo bersama seluruh lapisan masyarakat akan menghapuskan segala hal-hal diskriminatif kepada kaum difabel atau masyarakat berkebutuhan khusus. Langkah pertama yang akan dilakukan adalah mewajibkan seluruh sekolah negeri untuk menerima siswa berkebutuhan khusus. Selain itu, Rudy juga menjanjikan kesejahteraan yang lebih baik bagi para guru sekolah Luar Biasa (SLB) di Kota Solo. (Hernita Andriana Hapsari)

Editor : Putri Permata Sari

0 comments: